malam itu, aku terbangun dari mimpi indahku. mimpi yang selalu aku tunggu-tunggu, mimpi tentang perempuan itu.
perempuan yang menemaniku sedari lahir, hingga aku melahirkan dan membesarkan Khalid. perempuan yang selalu sabar memijitku ketika lelah atau masuk angin. perempuan yang selalu antusias bercerita dan mendengarkan cerita-cerita remehku.
aku ingat betul malam itu, ku ceritakan tentang calon suamiku. beliau mendengar dengan seksama, sesekali tersenyum melihatku bercerita kala jatuh cinta. saat itu, aku hanya ingin membawa laki-laki yang kucintai, masuk juga ke dunia beliau. aku ingin menambah satu orang lagi, untuk ikut menyayangi beliau. aku ingin menunjukkan kepada beliau, bahwa laki-laki ini akan tulus menyayangi beliau, seperti yang aku lakukan.
aku juga masih ingat, momen ketika beliau datang ke rumah, saat aku hamil Khalid. ada sesuatu yang tidak biasa di mata beliau, ada cerita yang sepertinya sudah ditahan — tapi ia tak kuasa menahannya, nampak jelas dari matanya. cerita yang menjadi awal mula kondisi kesehatannya menurun, cerita yang amat sangat mengagetkan.
aku tidak kuasa menahan tangisku, saat beliau bercerita. aku turut merasakan, apa yang beliau rasakan. aku larut dalam kekecewaan.
beberapa bulan setelah itu aku melahirkan, dan atas izin Allaah, kehadiran Khalid membuat hatinya sedikit senang, lupa akan rasa sakitnya. aku selalu berdoa, supaya kelak Khalid bisa sayang juga sama beliau, tapi qaddarallaah… beliau meninggal sebelum Khalid bisa berbicara dengan jelas, beliau belum sempat mendengar Khalid memanggil namanya.
beberapa hari sebelum beliau meninggal, Khalid amat sangat perhatian kepada kami. ketika bapaknya hendak mendonorkan darahnya, ia bisa tidur lebih awal dan tidak rewel. saat bapaknya hendak menjemput beliau ketika kontrol terakhir, Khalid pun tidak rewel, atas izin Allaah.
beliau meninggal, ketika aku menjawab pertanyaanku sendiri, aku insyaAllaah sudah ikhlas jika beliau meninggal saat itu. sebab aku tidak pernah tega melihatnya sakit, bolak-balik ke rumah sakit, meski ketika pulang, ia tetap tersenyum seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa. tapi ternyata, ikhlas memang tidak semudah itu ya, aku sampai masuk angin semalaman ketika beliau meninggal, dan di situ aku sadar kalau beliau sudah benar-benar tidak ada, karena sekarang yang mijitin cuma mas bas, bukan simbok lagi 🥺
meski cuma punya 1 foto Khalid bersama beliau, tapi suatu hari nanti, aku akan bercerita tentang perempuan itu kepadanya. perempuan yang saat ini ku rindukan, sama ketika dulu aku di Malang. rindunya masih sama, kondisinya yang sudah berbeda.
selamat jalan, simbok 🥺🖤